Senin, 07 Februari 2011

Berita tentang Islam di Media Harus Diluruskan


Pewarta-Indonesia, Rabat, Mengingat banyaknya kekerasan dan ketakstabilan di negara-negara mayoritas Muslim, seperti Irak dan Afghanistan, sebagian orang secara keliru berasumsi bahwa kekerasan berasal dari ajaran-ajaran Islam, padahal sebetulnya Islam tidak mendukung aksi-aksi demikian. Media bukannya membantu mengatasi masalah ini, malah sering fokus pada kegiatan para teroris yang mengklaim Muslim, alih-alih mengidentifikasi mereka sebagai para penjahat, dan menyampaikan inti Islam yang sesungguhnya.
Media menayangkan para teroris Muslim melakukan salat sambil menyandang senjata tapi jarang mengaitkan istilah-istilah seperti teroris, orang fanatik dan fundamentalis dengan kelompok agama lain. Misalnya, istilah "Hindu fanatik" atau "teroris Yahudi" jarang digunakan meskipun pada masing-masing agama pasti ada orang-orang yang tidak mewakili sebagian besar kelompoknya.
Sebagian besar Muslim mencintai perdamaian dan hidup berdampingan secara harmonis dengan orang-orang di sekeliling mereka; mereka akan mengatakan bahwa inti Islam adalah toleransi, koeksistensi dan penghormatan terhadap semua agama. Bahkan, Nabi Muhammad dikenal dengan akhlaknya yang luhur, sikap murah hati dan toleran kepada semua orang, apa pun ras atau agama mereka.
Islam adalah agama universal, untuk semua zaman dan semua tempat. Islam mendorong toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan. Ketika dunia kita menjadi sebuah kampung global, dan teknologi menghubungkan berbagai budaya, serta interaksi antar peradaban meningkat, kita harus menganut toleransi agama sebagai salah satu prinsip utama dalam masyarakat demokratis yang sedang tumbuh.
Ada banyak ayat al-Qur'an yang mendukung pesan koeksistensi damai dan harmoni ini. Di antara ajaran dasar Islam adalah kebebasan beragama dan tak adanya pemaksaan : "Tidak ada paksaan dalam hal agama" (QS Al Baqarah: 256) dan "Jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kaum hendak memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman?" (QS Yunus: 99).
Ketika Nabi Muhammad membangun komunitas Muslim pertama di Mekah, beliau menjamin kebebasan beragama, kesucian nyawa manusia, dan hak atas rasa aman bagi non-Muslim, termasuk orang Kristen dan Yahudi- yang dirujuk dalam al-Qur'an sebagai "Ahli Kitab". Mereka punya hak dan kewajiban yang sama seperti kaum Muslim, dan mereka dilindungi dari ancaman pihak luar. Selain mengakui hak kebebasan beragama bagi non-Muslim, Islam menyerukan untuk menghormati orang Yahudi dan Kristen serta agama mereka, dengan menyebut bahwa agama adalah urusan pribadi antara seseorang dan Tuhannya.
Sebagian besar Muslim menghargai ide kebebasan beragama yang dibangun dalam al-Qur'an. Saya menyaksikan bagaimana ide ini hidup di negara saya sendiri, Maroko, negara dengan mayoritas Muslim di mana orang-orang Yahudi telah tinggal selama berabad-abad dan mengamalkan agama mereka secara bebas. Masyarakat Yahudi Maroko punya hakim khusus untuk hukum keluarga, yang meliputi persoalan seperti warisan, pernikahan dan perceraian. Ini memperlihatkan satu cara bagaimana toleransi agama bisa diwujudkan.
Nabi dengan senang hati menjalin hubungan berlandaskan penghormatan, kesetaraan dan keadilan dengan non-Muslim, dan menganjurkan agar mereka diperlakukan dengan baik. Dia mengatakan: "Siapa yang melukai (non-Muslim) adalah musuhku sampai hari kiamat" dan "Siapa membunuh seseorang yang dilindungi sebuah perjanjian tidak akan masuk surga." Penghormatan ini juga ditegaskan dalam hadist yang diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdullah: "Suatu jenazah lewat, dan Nabi berdiri menghormati. Kami katakan kepadanya, 'Itu jenazah orang Yahudi.' Ia mengatakan: 'Jika kamu lihat jenazah, kamu harus berdiri. Tidakkah ia mahluk juga?'"
Ajaran-ajaran Islam mendorong saling kenal dan komunikasi di antara orang-orang, juga pembauran dalam masyarakat: "Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal." (QS Al Hujurat: 13).
Sangatlah penting saat ini bagi setiap orang - khususnya media - untuk menghindari mendiskusikan Islam hanya dalam kaitan dengan terorisme, demi menyebarkan suatu pemahaman tentang Islam dalam segenap keragamannya.

Koin Cinta Bilgis dan Ketidakadilan Publik


Bilgis Anindya Passa, balita penderita penyakit Arteresia Billier, akhirnya meninggal dunia. Hilangnya imunitas (kekebalan) tubuhnya memudahkan tiga bakteri ganas menyerang sikecil hingga ia harus menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 15.00 WIB, Sabtu (10/3) lalu di RS Karyadi, Semarang. Dalam kesadaran kemanusiaan normatif, tentu kita sudah pada tempatnya menyampaikan simpati dan turut berduka cita atas berpulangnya Bilgis. Keiklasan menerima takdir yang ditunjukan oleh pihak keluarga, khususnya ibunda Bilgis, Dewi Farida, adalah cerminan ketakwaan yang patut diapresiasi oleh semua kita. Selayaknya sebagai umat beragama, kita berdoa semoga arwanya mendapat tempat yang terbaik di alam sana, amin.
Pada tataran kontekstual kekinian, sesungguhnya ada pelajaran bagus yang dapat menjadi wacana untuk dianalisa dan menjadi renungan masyarakat dari fenomena kehadiran Bilgis hingga kepada kepergian bayi berusia 19 bulan itu. Sebagaimana telah diketahui masyarakat banyak bahwa Bilqis diketahui mengidap penyakit langka, Arteresia Billier, yakni saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal sejak usia 2 minggu. Akibatnya, sekujur tubuhnya menghitam dan kekuningan, perutnya buncit dan gatal di seluruh tubuhnya. Untuk menyembuhkan penyakit anak tersebut hanya dapat ditempuh dengan jalan operasi cangkok hati, yang pada kesimpulan terakhir Bilgis akan mendapatkan cangkokan hati dari ibunya.
Masalah pelik muncul ketika orangtua sianak harus menyediakan biaya operasi tidak kurang dari satu miliar rupiah untuk kesembuhan anak kesayangannya tersebut. Tentu ini adalah jumlah yang amat fantastis. Pihak medis beralasan bahwa mahalnya biaya peralatan operasi, obat-obatan, dan tingginya resiko yang dihadapi dalam proses operasi hingga mencapai kesembuhan pasien langka ini menyebabkan biayanya sangat mahal.
Walaupun bukan tergolong masyarakat miskin, biaya pengobatan sejumlah miliaran itu tidaklah mudah bagi orang tua Bilgis. Menghadapi kenyataan ini, pasangan orang tua sibayi, Doni Ardianta Passa dan Dewi Farida tidak putus asa. Sangat kebetulan, di penghujung tahun lalu hingga awal tahun ini terjadi fenomena “people power”, gerakan publik yang amat massif muncul membela Prita Mulyasari, terdakwa kasus pencemaran nama baik, melalui gerakan Koin Peduli Prita. Berbekal nuansa situasi emosional publik yang sedang “merayakan kemenangan” membela Prita Mulyasari yang dinilai terzolimi oleh sistem hukum yang tidak memihak rakyat kecil, orang tua Bilgis dengan gemilang mampu mengambil simpati luar biasa dari masyarakat luas untuk membantu mereka mengumpulkan koin bagi biaya operasi anaknya. Tidak kurang dari Rp. 1,5 miliar berhasil terkumpul melalui program Koin Cinta Bilgis yang tidak lepas dari dukungan media massa, terutama sebuah stasiun televisi swasta.
Secara awam, sesungguhnya tidak ada yang salah dalam usaha orang tua Bilgis dan dinamika sosial pengumpulan koin untuk Bilgis di atas. Justru ada sebuah kebanggaan bahwa rakyat Indonesia masih memiliki rasa empati yang amat tinggi terhadap penderitaan yang dialami sesama bangsanya. Fenomena Bilgis telah melahirkan sebuah kesadaran baru tentang solidaritas simpati kepada sesama manusia yang sedang dalam derita dan perlu pertolongan.
Namun demikian, ada persoalan substansial yang perlu dicermati dan direnungkan oleh masyarakat, kita semua, yakni potensi munculnya sikap dan perilaku yang mencerminkan ketidak-adilan publik. Dalam kasus Bilgis, pertanyaan yang harus selalu dikemukakan saat menggalang dana publik adalah “mengapa harus Bilgis?” Jika Anda secara individu-individu adalah anggota keluarga dekat sipenderita, maka sudah merupakan kewajiban Anda membantunya. Tapi bila bukan siapa-siapanya Bilgis, maka harus diingat bahwa ada ribuan bahkan jutaan Bilgis-Bilgis lainnya di negeri ini yang juga punya hak yang sama untuk diperhatikan oleh masyarakat. Ketika kita hanya membantu Bilqis Anindya Passa, maka hakekatnya kita telah bersikap pilih kasih, tidak adil, terhadap sesama manusia.
Media massa merupakan pihak yang memiliki andil terbesar dalam menciptakan ketidak-adilan publik. Kemampuan profesionalitas media menggiring masyarakat kepada sebuah kesimpulan yang telah ditetapkan media tertentu yang akhirnya menjadi opini publik telah sangat jelas menjadi perangkap kesadaran publik. Tayangan dan ulasan yang secara terus-menerus pada titik sentral (fokus) yang diinginkan pihak pengendali media mampu menghipnotis masyarakat untuk melakukan apa yang dikehendaki media massa. Hal tersebut telah terjadi berulang kali pada banyak kasus, hanya saja dengan pola dan strategi yang berbeda-beda.
Fenomena Bilgis juga harus dimaknai bahwa kecerdasan masyarakat Indonesia merespon sesuatu masalah sangat mendesak untuk ditingkatkan. Kemampuan berikir logis dengan kalkulasi yang lebih masuk akal adalah salah satu komponen penting untuk diwacanakan dan diupayakan. Bagaimana tidak, biaya pengobatan 1 miliar seharusnya dapat dipahami sebagai sebuah indikasi yang terang-benderang bahwa kesembuhan bayi mungil itu dari penyakitnya amat sangatlah kecil. Yang dengan demikian, sumbangan yang berapapun juga tidak akan memberi makna apa-apa dikaitkan dengan usaha penyembuhannya. Selamat jalan Bilgis, semoga kepergianmu meninggalkan kenangan indah bagi pencerdasan bangsa yang engkau tinggalkan.

Masa Depan Pertanian Indonesia, Sebuah Catatan dari Jepang


Institute for Science and Technology Studies (ISTECS) chapter Japan di penghujung akhir tahun 2006 ini kembali menggelar diskusi. Dalam diskusi yang berlangsung pada tanggal 17 Desember 2006 yang lalu telah menghadirkan beberapa pembicara kunci yang bersentuhan langsung dengan dunia pertanian di Indonesia maupun di Jepang, mereka adalah Dr. Achmad MS (tenaga ahli Menteri Pertanian RI) , Dr.Rudi Lumanto (staf khusus Menteri Pertanian RI) dan Drh.Pudjiatmoko,Phd (Atase Pertanian KBRI Tokyo).
Dr. Rudi Lumanto dalam pemaparannya antara lain mengemukakan betapa pentingnya solusi menghadapi masalah pertanian di Indonesia dalam bentuk kepedulian pada petani. Karena itu banyaknya program pemerintah yang memihak petani (bantuan kredit petani, asuransi pendidikan, subsidi benih, bantuan langsung masyarakat dalam bentuk LM3) menjadi solusi yang diharapkan berdampak positif bagi upaya peningkatan produktivitas petani. Hal menarik menurut Rudi Lumanto dan sudah dicontohkan Menteri Pertanian Anton Apriantono adalah melakukan pendekatan langsung kepada petani untuk mengetahui secara real kehidupan petani dan apa yang sebenarnya dibutuhkan petani. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk kegiatan langsung Menteri bersama petani, antara lain berkunjung ke rumah-rumah petani bahkan tidur di rumah petani, berpola hidup sederhana, sampai solat subuh berjamaah. Dari sinilah Menteri Pertanian mengetahui langsung persoalan petani yang sesungguhnya sehingga berbagai solusi akan lebih tepat sasaran dan mendorong harapan meningkatnya produktivitas para petani. Bahkan Nomor hand phone Menteri juga diberikan langsung kepada petani. Sehingga laporan dari masyarakat bisa dipantau secara langsung.
Sementara Dr.Ahmad MS mengemukakan bahwa kerangka besar Departemen Pertanian sesungguhnya merujuk pada Visi yang diembannya. Kementerian Pertanian kali ini mengusung visi menjadikan Departemen Pertanian yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat pertanian melalui penyelenggaraan birokrasi yang bersih dalam pembangunan pertanian berkelanjutan. Dari visi ini terdapat tiga hal penting yang menjadi konsentrasi Departemen Pertanian saat ini. Ketiga hal tersebut adalah :
1. Pentingnya kepedulian terhadap kesejahteraan petani.
2. Penyelenggaraan birokrasi yang bersih. dan
3. Pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
Visi inilah yang kemudian diterjemahkan secara lebih operasional dalam bentuk misi dan program kerja Departemen Pertanian. Dalam konteks kepedulian ini Dr.Ahmad mengemukakan langkah Deprtemen Pertanian (Deptan) dengan meningkatkan anggaran bagi petani sehingga mencapai 500 milyar rupiah pada tahun 2006 yang lalu. Anggaran ini realisasisnya digunakan dengan rincian 250 milyar untuk dana penjaminan dan 250 milyar digunakan utk subsidi benih. Dengan kebijakan ini petani tidak lagi dibebankan dengan jaminan atau agunan ketika meminjam uang untuk kepentingan pertaniannya.
Mengenai birokrasi yang bersih, menurut Dr.Ahmad hal ini dilakukan dengan tidak ada satupun CPNS yg masuk dengan cara KKN, sebab dilakukan secara transparan dan dengan ketatnya seleksi kelulusan melalui tes dan mempertimbangkan CPNS dengan nilai Indkes Prestasi Komulatifnya yang tinggi. Selain itu, pergantian jabatan juga berlangsung dengan menerima masukan dari seluruh lapisan masyarakat melalaui nomor hand phone Menteri. Menurut Dr.Ahmad Saat ini orang-orang di Deptan tidak ada yang ewuh pekewuh karena proses masuknya tidak melalui KKN. Karena prestasi Deptan yg bagus DPR mendukung program Deptan hingga menyetujui anggaran pertanian mencapai 6,7 atau 8, 6 Triliun. Pada tahun mendatang bisa mencapai 10 triliun lebih (menjelang 2007). Ini angka tertinggi dalam sejarah Pertanian.
Berbagai kebijakan Departemen pertanian sesungguhnya secara operasional diterjemahkan melalui Misi dan Program Departemen Pertanian tahun 2005-2009. Misi Departemen Pertanian menurut Dr.Ahmad adalah untuk periode pembangunan Pertanian 2005-2009 adalah :
1. mewujudkan Birokrasi petani profesional dan memiliki integritas moral.
2. mendorong pembangunan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan.
3. memfasilitasi terwujudnya ketahanan pangan melalui peningkatan produksi.
Sementara untuk program pertanian tahun 2005-2009 adalah :
1. meningkatkan ketahanan pangan.
2. meningkatkan ketahanan agrobisnis. dan
3. peningkatan kesejahteraan petani.
Dr.Ahmad lebih kanjut mengemukakan bahwa untuk mencapai program yang bagus tersebut dibutuhkan Sumber Daya Manusia Pertanian yang unggul yakni yang memiliki kekuatan spiritual, kekuatan intelektual, kekuatan emosional dan kekuatan jasad.
Ketika menjawab pertanyaan masyarakat Indonesia di Jepang mengenai kendala pelaksanaan program, Dr.Rudi Lumanto mengemukakan bahwa ternyata dalam realisasi program LM3 petani menyalahgunakan LM3 antara lain dengan cara bagi-bagi uang antar petani , bahkan tragisnya ada yang untuk hajatan. Oleh karena itu menurut staf khusus Menteri Pertanian ini, salah satu solusi terpenting adalah perlu program peningkatan penyuluh petani.
Sementara menjawab pertanyaan masyarakat Indonesia lainya yang hadir di forum diskusi ISTECS yang diselenggarakan di musim dingin ini Dr.Ahmad mengemukakan bahwa target tahun yang akan datang antara lain berupaya keras agar lahir Undang-undang & Peraturan Menteri Pertanian yg memihak petani. Program pemberian beasiswa juga mengemuka dalam diskusi yang berlangsung saat musim dingin itu. Untuk tahun yang akan datang akan diberikan beasiswa khusus bagi anak petani. Selain itu dalam rangka meningkatkan produktivitas petani Deptan juga akan melakukan recruetment tenaga penyuluh kontrak sebanyak 60.000 orang.

Catatan Dari Jepang
Dalam kesempatan tanya jawab dengan masyarakat Indonesia di Jepang, Drh.Pudjiatmoko, Phd (Atase pertanian KBRI Tokyo), mengemukakan bahwa Atas melakukan kerjasama dengan Jepang antara lain dalam bentuk pengiriman trainee pemuda petani Indonesia untuk melakukan magang tani di Jepang. Mereka para trainee tani ini jumlahnya mencapai 50-60 orang pertahun. Kerjasama juga dilakukan selain dengan JAEC juga dengan asosiasi petani di Jepang antara lain diwilayah Fukui, Nigata, Gunma, dan Kumamoto. Para tranee petani ini masih muda dan diharapkan memiliki pengalaman berharga untuk dikembangkan di Indonesia. Menurut alumni Gifu Uiniversity ini, mereka yangg dikirim ke Jepang harus mempunya pengalaman 5 tahun sebagai petani di Indonesia atau memeiliki pengalaman bertani mengikuti orang tuanya. Beberapa alumni trainee tani di Jepang ini menurut Pudiatmoko berhasil melakukan penanaman tomat dengan metode hydroponic di wilayah Lembang-Bandung, Jawa Barat. Produk mereka disebut Japanese tomato dan dipasarkan disejumlah pasar swalayan di Indoensia. Selain itu atase pertanian juga membantu dan memfasilitasi delegasi Indonsia ke Jepang dalam kerjasama dengan lemabaga-lembaga di Jepang, contohnya pengadaan peralatan lalat buah sehingga buah-buahan Indonesia diharapkan bisa masuk ke Jepang.
Jika kita belajar dari majunya dunia pertanian di Jepang, ternyata program pengiriman trainee juga pernah dilakukan pemerintah Jepang di awal abad 20 (?). Pemerintah Jepang mengirim petaninya ke sejumlah negara Eropa dan Amerika. Walhasil kini dunia pertanian Jepang mengalami kemajuan yang mengagumkan. Dalam konteks ini kunjungan tenaga ahli Menteri Pertanian RI ke Jepang merupakan langkah yang strategis untuk mengetahui lebih dekat dunia pertanian Jepang. Bahkan termasuk mengunjungi secara real kondisi para trainee tani yang ada di sejumlah daerah di Jepang. Beberapa hal menarik dari Jepang tentu saja telah ditemukan, tinggal kita berharap agar hubungan anatar Indonesia dan jepang dibidang pertanian mampu membuahkan hasil bagi kemajuan pertanian Indonesia yang memang merupakan negara agraris terbesar di dunia.

Memahami Kebijakan Pendidikan


Kegagalan terbesar impelementasi kebijakan pendidikan adalah menempatkannya sebagai tujuan. Sebagai sebuah cara, kebijakan diuraikan dalam bentuk program dan kegiatan. Jika tujuan pendidikan memfasilitasi peserta didik menjadi individu yang survive, maka patut dipertanyakan, apakah kegiatan keseharian pendidikan saat ini mampu menghasilkan orang-orang yang survive? Dalam tujuan pendidikan diramu perimbangan antara knowledge, skill dan values yang akan menciptakan manusia terampil dan berbudi pekerti, tetapi justru aktivitas pendidikan didominasi oleh kegiatan kognitif, karena tujuan disamakan dengan kebijakan.
Dalam era otonomi daerah sekarang, pemerintah daerah sebagai pemegang mandat publik harus menempatkan pendidikan sebagai kebijakan publik. Aktivitasnya akan tampak dari keberpihakan pemerintah untuk mempersiapkan anak didik menuju hidup yang survive sebagai politisi, pengusaha, karyawan, akademisi, peneliti, petani terdidik, nelayan terdidik dan lain sebagainya. Artinya kebijakan pendidikan harus diupayakan sejalan dengan kebijakan lainnya. Kebijakan pendidikan untuk mengubah proporsi sekolah kejuruan dengan umum menjadi 70:30 perlu diikuti kebijakan penyediaan lapangan kerja yang bersesuaian. Ini adalah sebuah cara, bukan tujuan. Oleh karena itu yang terpenting bukan mengejar target pencapaian proporsi tersebut, tetapi kebermaknaan kebijakan itu untuk memperbanyak orang-orang yang survive.
Demikian juga kebijakan tentang persyaratan minimal S1 bagi guru. S1 bukan tujuan tetapi alat yang digunakan untuk menampilkan kinerja profesional. Ketika kebijakan ini diperlakukan sebagai tujuan maka pencapaian target menjadi kehilangan makna, sebab peningkatan jumlah S1 tidak menunjukkan kinerja yang optimal. Kebijakan profesionalisme guru yang mempersyaratkan pendidikan S1 belum berhasil memacu guru menambah ilmu, sebab perolehan ijazah menjadi tujuan. Orang yang hirau mutu tidak bertambah, meski pemilik ijazah S1, S2 dan S3 bertambah.
Ciri utama dunia masa depan adalah persaingan, sementara pendidikan kita semakin langka menanamkan daya juang dan ketangguhan. Hal ini diperkuat oleh fenomena tidak tangguhnya siswa menghadapi berbagai ujian termasuk ujian nasional. Idealnya permasalahan di sekolah harus disetting lebih rumit dari kondisi sebenarnya, sehingga siswa terbiasa menghadapi masalah yang lebih sulit dari keadaan yang sebenarnya.
Paradoks
Idealnya, tujuan pendidikan adalah menciptakan manusia-manusia yang dapat menjadi problem solver sejati, yaitu manusia-manusia yang dapat mengatasi permasalahan kehidupan sehingga dapat menjadi survive. Namun fenomena yang terjadi sekolah cenderung menempatkan pembelajaran bidang studi menjadi tujuan. Hal ini tampak dari pola evaluasi yang dilaksanakan di sekolah. Siswa seolah-olah digiring menuju perolehan nilai yang tinggi sebagai tujuan, pada hal perolehan nilai tersebut baru sepertiga dari kompetensi yang dibutuhkan menjadi orang yang sukses. Secara massive siswa dan guru larut dalam perjuangan mengejar nilai yang sesungguhnya belum menggambarkan nilai hidup yang survive. Atas kenyataan ini, perlu ada kebijakan untuk mengubah masalah yang dihadapi siswa di sekolah “harus” diupayakan lebih sulit dari kondisi kehidupan nyata agar para siswa terbiasa menghadapi tantangan yang diharapkan berujung pada kemampuan untuk survive.
Saat ini, ditemukan sebuah paradoks, situasi sekolah justru lebih sederhana dari pada situasi riel kehidupan yang akan dihadapi oleh siswa. Gambaran situasi dunia kerja dan persaingan kualitas pada dunia kerja bagi lulusan sekolah kejuruan justru berbeda dengan situasi kerja riil yang ditemukan di lapangan. Persoalannya, bagaimana mungkin melakukan setting yang lebih kompleks di sekolah sementara sekolah masih berada dalam standar yang serba kekurangan, baik dari sarana maupun guru?
Inilah pentingnya memperkenalkan pembelajaran berbasis masalah. Namun kesulitan yang sangat prinsip bagi bagi guru dalam hal ini justeru menemukan masalahnya. Menemukan sebuah masalah jauh lebih sulit dibanding memecahkan masalah. Sepanjang siswa dapat memecahkan masalahnya tanpa harus berinteraksi dengan orang lain atau sumber belajar lain maka sesungguhnya belum menerapkan pembelajaran masalah.
Tampaknya diperlukan kebijakan untuk kebijakan. Banyak kebijakan yang diperlakukan sebagai tujuan. Oleh karenanya, sebuah kebijakan perlu diikuti dengan kebijakan lain guna mejamin ketercapaian tujuan. Berbagai kebijakan yang sangat populer saat ini tentang pendidikan telah menimbulkan berbagai ekses yang kurang positif. Kebijakan tentang akreditasi perguruan tinggi sejatinya untuk mendorong perguruan tinggi dapat memenuhi standar minimal perguruan tinggi berkualitas. Sayangnya status akreditasi diperlakukan sebagai tujuan oleh beberapa perguruan tinggi. Akibatnya, hasil akreditasi dimaksud tidak seutuhnya dapat menggambarkan kondisi objektif sebuah perguruan tinggi. Belum lagi persoalan ini ditambah “disparitas” akibat faktor-faktor subjektivitas lainnya.
Definisi kebijakan pendidikan sebagaimana adanya dapat disimak melalui pernyatan-pernyataan berikut ini. “Carter V. Good (1959) (dalam Imron, 2002:18) menyatakan, Educational policy is judgment, derived from some system of values and some assesment of situational factors, operating within institutionalized adecation as a general plan for guiding decision regarding means of attaining desired educational objectives.”
Pengertian pernyataan di atas adalah, bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu penilaian terhadap sistem nilai dan faktor-faktor kebutuhan situasional, yang dioperasikan dalam sebuah lembaga sebagai perencanaan umum untuk panduan dalam mengambil keputusan, agar tujuan pendidikan yang diinginkan bisa dicapai. Hal menarik lainnya dapat disimak dalam sebuah konstitusi Jepang, yakni Undang-Undang Pendidikan yang ditetapkan pada Tahun 1947. Pokok-pokok undang-undang tersebut adalah :
a. Prinsip Legalisme
b. Prinsip Administrasi yang Demokratis
c. Prinsip Netralitas
d. Prinsip Penyesuaian dan Penetapan Kondisi Pendidikan. dan
e. Prinsip Desentralisasi. (Research and Statistic Planning Division, Ministry of Education, Science, Sports and Culture of Japan, 2000).
Prinsip yang pertama menetapkan bahwa mekanisme pengelolaan diatur dengan undang-undang dan peraturan-peraturan. Sebelum Perang Dunia II masalah pendidikan diputuskan oleh Peraturan Kekaisaran dan pendapat parlemen dan warga negara diabaikan. Namun, setelah reformasi pendidikan pasca perang urusan pendidikan diatur oleh undang-undang dan peraturan di parlemen.
Prinsip kedua mengindikasikan bahwa sistem administrasi pendidikan harus dibangun berdasarkan konsensus nasional dan mencerminkan kebutuhan masyarakat dalam membuat formulasi kebijakan pendidikan dan prosesnya.
Prinsip ketiga menjamin bahwa kewenangan pendidikan harus independen dan tidak dipengaruhi dan diinterfensi oleh kekuatan politik.
Prinsip keempat mengidikasikan bahwa pemegang kewenangan pusat dan lokal mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan kesempatan pendidikan yang sama bagi semua dengan menyediakan fasilitas-fasilitas pendidikan yang cukup untuk mencapai tujuan pendidikan.
Prinsip kelima menyatakan bahwa pendidikan harus dikelola berdasarkan otonomi pemerintah lokal karena pendidikan merupakan fungsi dari pemerintah lokal.
Nah, dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu produk yang dijadikan sebagai panduan pengambilan keputusan pendidikan yang legal-netral dan disesuaikan dengan lingkugan hidup pendidikan secara moderat.

Memancing Ikan Ala Viking


Kaum viking merupakan etnis yang hidup di beberapa negara skandinavia seperti Denmark, Swedia dan Norwegia. Mata pencaharian mereka umumnya bertani, berburu dan memancing. Viking juga dikenal gemar berpetualang menjelajahi dunia sambil berdagang. Kehebatan mereka sebagai kaum pemberani dengan kehandalan membuat kapal layar membuat mereka sangat popular di masanya. Sekarang pun sejarah mereka sering dibicarakan penduduk dunia.
Memacing sebagai bentuk mata pencaharian bagi kaum viking, sekarang menjadi hoby sebagian masyarakat Norwegia. Memancing juga mempunyai tradisi tersendiri bagi negara empat musim ini. Tentunya gaya memancing di musim dingin sangat menarik diketahui karena pada musim dingin negara viking ini diselimuti salju tebal dengan suhu udara bak kulkas dunia, dimana tahun ini mencapai - 35 s/d - 40 derajat C.
Memancing di musim salju tentu sangat unik terutama mereka yang memancing di sungai atau danau. Kenapa unik, karena sungai dan danau diselimuti salju tebal yang telah menjadi es sehingga mampu menahan orang bahkan kenderaan roda empat untuk lewat diatasnya. Saat ini penulis tinggal didekat sebuah danau terbesar di Norwegia yang bernama Mjøsa dengan luas 365 km2, panjang 117 km, dengan kedalaman 468 m. Pada musim salju Mjøsa selalu diselimuti es, sehingga banyak warga menggunakannya sebagai tempat bermain ski. Begitu juga pada akhir musin salju, ketika mata hari mulai bersinar banyak penduduk memancing ikan diatas Mjøsa.
Bagaimana cara melakukannya tentu hal yang menarik untuk diceritakan. Mereka pergi jauh ketengah danau dengan membawa perlengkapan memancing, kursi santai, alas tidur dan tentu tidak pernah lupa dengan satu termos kopi. Karena memang penduduk Norway terkenal sebagai peminum kopi terbanyak di dunia. Kemanapun mereka pergi, kopi selalu menjadi pendamping setia.
Saat penulis mencoba berjalan jauh ketengah danau dengan perasaan takut kalau tiba-tiba terjadi gempa dan penampang es hancur, tentu sudah bisa diprediksi sebuah kenduri besar akan digelar menyambut manyat pahlawan yang mati konyol. Namun keinginan untuk mengamati bagaimana mereka memancing diatas es telah menguatkan tekad untuk terus berjalan dengan pandangan yang mengamati kanan kiri kalau-kalau ada sesuatu yang membahayakan. Begitu sampai ketempat dituju, dengan sedikit berbasa basi berbagai pertanyaan muncul dari benak yang sangat penasaran tentang bagaimana cara mereka memancing dan apakah mereka tidak takut berada seharian diatas danau dengan kedalaman hampir ½ km itu.
Merekapun menceritakan bahwa memancing diatas permukaan es adalah hal yang unik dan menarik. Sambil menunjuk peralatan merekapun memperagakan bagaimana membuat lubang sebagai tempat menjatuhkan mata pancing untuk mengail ikan yang ada jauh dibawah permukaan. Karena sering melihat di TV tentang bagaimana seekor beruang kutup dengan mudah menangkap ikan diatas permukaan es, penulis berfikir tentu merekapun mendapatkan hal yang sama. Melempar mata kail dan dalam beberapa menit ikan pun diperoleh. Tapi ternyata tidak, mereka mengatakan butuh kesabaran tinggi untuk menunggu yang kadang-kadang tanpa hasil.
Karena tujuannya bukan sekedar mendapatkan ikan, tapi menyalurkan hoby sambil menikmati teriknya matahari yang tidak mereka peroleh selama musim salju, membuat mereka mampu bersabar berjam-jam diatas permukaan es. Ketika penulis menanyaka apakah mereka tidak merasa takut bila penampang es mencair atau hancur karena gempa misalnya. Sambil tertawa mereka mengatakan bahwa Norway tidak pernah terjadi gempa dan mereka tidak begitu tahu bagaimana rasanya gempa bumi. Tapi kalau tentang pencairan es, mereka yakin tidak karena pemerintah tetunya akan mengeluarkan warning bila ada situasi yang membahayakan. Sehingga semuanya dalam keadaan yang terkontrol kata mereka.
Akhirnya dengan sedikit mempromosikan Aceh dengan peninggalan Tsunami penulis menutup pembicaraan sambil berlalu dengan hati terus berdo’a semoga tidak terjadi sesuatu hingga kaki melangkah sampai ke tepi. Itulah sekelumit pengalaman di negara viking yang sekarang mendapat prediket negara yang paling ingin ditinggali oleh penduduk dunia.

Selasa, 25 Januari 2011

Beberapa Kota DI Sumatera Belajar Pupuk Organik Di Payakumbuh


Payakumbuh (karismaprovinsibanten.blogspot.com) - Yayasan Danamon Peduli (YDP) Pusat, berkedudukan di Jakarta, menunjuk Payakumbuh, sebagai tempat penyelenggara kegiatan magang dalam pengelolaan sampah organik, Tanjung Balai terpadu, 26-27 Januari 2011. Peserta kegiatan, di antaranya berasal dari Pekanbaru, Tanjung Balai, Kabupaten Tapanuli Selatan, Bukittinggi dan Kabupaten Limapuluh Kota.
Kota/kabupaten yang ditunjuk YDP itu, adalah daerah yang bekerjasama dengan YDP, dalam program Pasarku Bersih Pasarku Sehat (PBPS). Sejak, beberapa tahun terakhir, YDP telah mengucurkan bantuan untuk sejumlah kota/kabupaten di Indonesia dalam program PBPS.
Payakumbuh sendiri, ucap Kabid Kebersihan dan Pertamanan Dinas Tata Ruang Kota dan Kebersihan Payakumbuh, Ir. Syamsurial, M.Si, di Balaikota Payakumbuh, Selasa (25/01/2011), telah dua kali mendapatkan bantuan pengadaan mesin pengolahan sampah organik dan fasilitas pasar Ibuh, seperti tempat sampah, instalasi air bersih. Sejak adanya mesin pengolahan sampah, sejak dua tahun terakhir, Dinas Tata Ruang dan Kebersihan, terlah mampu memberikan kontribusi PAD kepada pemko, lewat produksi sampah organik.
Seluruh sampah organik yang ada di Pasar Ibuh, dikatakan Syamsurial, tidak ada yang dibuang ke TPA. Semuanya, diolah di Pasar Ibuh, karena letak mesin pengolahan pupuknya, berada di kawasan Pasar Ibuh. Mutu pupuk organik yang diproduksi, setelah dilakukan pengujian labor oleh YDP, terbaik di Sumatera. “Kita siap berbagai ilmu dengan kota/kabuoaten yang datang belajar dalam pengelolaan sampah organic dan program pasarku bersih pasarku sehat,” simpul Syamsurial. (Jhonkenedi)

Dua Mahasiswa Minang Diutus ke Korea

Padang (karismaprovinsibanten.blogspot.com) - Dua mahasiswa Minang diutus ke Korea Selatan untuk mengikuti kuliah Spring Semester 2011 dalam rangka International Student Exchange Program (Program Pertukaran Mahasiswa Internasional). Kedua generasi muda Minang beprestasi ini menghadap Gubernur Sumbar Prof. Dr. Irwan Prayitno, kemarin
Mereka adalah Nadya Intan Kemala dan Wiwek Dian Astuti. Keduanya adalah mahasiswa Universitas Padjadjaran Bandung jurusan Hubungan Internasional. Mereka terpilih untuk mengikuti kegiatan tersebut setelah lolos seleksi di Universitas Padjadjaran Bandung. Tahun ini Unpad mengirim 15 mahasiswa untuk mengikuti program tersebut, dua orang diantaranya berasal dari Sumbar. Intan dan Wiwiek akan berada di Korea Selatan selama satu semester untuk mengikuti perkuliahan Spring Semester 2011 di Ajou University Korea Selatan.
Kegiatan tersebut disambut baik oleh Gubernur Sumbar Prof. Dr. Irwan Prayitno untuk terus didukung agar putra-putri Minang terus berprestasi dan berkiprah di tingkat nasional maupupun internasional. Dari ribuan mahasiswa yang diseleksi, dua putri Minang ini akhirnya terpilih sebagai utusan. Gubernur berpesan agar mereka mempromosikan potensi daerah ini dan menjaga nama baik Sumatera Barat. Berikut profil kedua mahasiswa hasil survey reporter korandigital.com
Nadya Intan Kemala adalah mahasiswa semester IV jurusan Hubungan Internasional Univesitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Intan lahir di Padang tanggal 11 Mei 1992. Putri dosen Fakultas Pertanian ini sudah menunjukkan prestasinya sejak duduk di bangku sekolah dasar. Pernah menjadi juara lomba menulis cerita, beberapa kali juara English Speech Contest. Ia juga pernah menjadi utusan Unpad dalam Kontes Debat Bahasa Inggris yang diadakan Universitas Indonesia.
Wiwik Rukmi Dwi Astuti lahir di Bukittinggi tanggal 2 September 1989. Wiwiek sering menempati peringkat juara sejak Sekolah Dasar. Saat duduk di bangku SMA 1 Padang ia juga pernah diutus mengikuti pertukaran pelajar ke Singapura tahun 2004. Selain juara kelas, putri dosen FPBS UNP ini sangat peduli dengan kesenian Minang. Selain jago tari Minang, tahun 2008 ia meraih juara Pemain Melodi Talempong.
Mereka akan berada di Korea selama 5 bulan biaya perkuliahan dan akomodasi ditanggung oleh Ajou University. Mereka akan mengikuti perkuliahan dengan bahasa pengantar bahasa Inggris. Berbagai program internasional telah disiapkan sehingga peserta program bisa menimba pengalaman internasional dan menjadi bekal bagi mereka untuk berkiprah dalam persaingan global nantinya. (rel)